Shalat Di Kutub
بسم الله الرحمن الرحيم
A. Deskripsi Permasalahan
Shalat
adalah kewajiban individual bagi setiap muslim mukallaf. Urgensi shalat bagi
seorang muslim adalah bahwa shalat adalah tiang agama, barang siapa
menjalankannya berarti dia telah mengokohkan agamanya dan barang siapa
meninggalkannya berarti dia telah menghancurkan agamanya. Selain itu, ada salah
satu hadis yang menyatakan bahwa pertama kali yang akan dihisab dipadang
mahsyar pada hari pembalasan adalah sholat. Kualitas dan kuantitas shalat
seseorang akan mempengaruhi nasib kehidupan selanjutnya, di Neraka atau Surga.
Dimanapun mereka berada selalu dituntut untuk menjalankannya selama dia tidak
mendapatkan udzur syar’iyyah.
Aplikasinya,
di daerah yang secara geografis adalah kawasan normal seseorang tidak akan
mengalami kesulitan dalam menjalankannya. Kiat (Tata cara) dan waktunya telah
terjadwal secara pasti dan teratur. Namun hal ini akan berbeda bila kita
melihat kondisi di daerah abnormal atau kutub (utara/selatan). Karena secara
geografis di sana termasuk kawasan beriklim ekstrim. Di daerah abnormal,
adakalanya waktu siang lebih pendek dari waktu malamnya dan adakalanya pula
waktu malam lebih pendek dari waktu siangnya. Sedangkan di daerah kutub, di
sana matahari tidak melintas di atas kepala selama enam bulan penuh, lamanya
siang dan malam mencapai 6 bulan atau setengah tahun.
B. Rumusan
Masalah
Bagaimana
cara menentukan waktu sholat di daerah yang secara geografis memiliki iklim
yang abnormal dan bagaimana pula penentuan waktu shalat di kutub utara dan
selatan.
C. Pembahasan
Pada
prinsipnya ajaran Islam sesuai dengan tujuan pensyariatan agama mengandung
substansi menghilangkan kesukaran (Adamul Kharaj). Rasulullah pun
bersabda bahwasanya agama itu mudah namun jangan dipermudah. Artinya
esensi karakteristik ajaran islam adalah kemudahan. Hal ini tentunya membawa
konsekuensi terhadap ajaran agama itu sendiri, agar tetap dapat dijalankan
dengan baik dan benar. Dalam prinsip tasyri’ fikih islam dikenal pula istilah
taqlilu takalif (meringankankan beban) hal ini sesuai dengan firman Allah dalam
surat al-baqarah, terkait dengan pelaksanaan ajaran agama : “Allah tidak
membebankan kepada seseorang kecuali apa yang dia mampu untuk mengerjakannya”. Al-Baqarah :286
Lebih
lanjut, sudah menjadi ketetapan bahwa shalat merupakan salah satu komponen
utama dalam ajaran islam. Tata cara pelaksanaan shalat telah diatur dalam nash
agama, termasuk dalam hal penentuan waktu shalat. Allah telah menegaskan di dalam Al Qur’an bahwa setiap
sholat itu sudah ditentukan waktunya.
فَإِذَا
قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى
جُنُوبِكُمْ فَإِذَا اطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ
كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا
“Maka
apabila kamu telah menyelesaikan salat (mu), ingatlah Allah di waktu berdiri,
di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman,
maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah
kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (An Nisaa 103)
Dalam hadis
riwayat Muslim Nabi bersabda:
Sholat
Dhuhur “Waktu dhuhur adalah apabila telah tergelincir matahari hingga terjadi
bayangan seseorang itu sama dengan panjangnya, selama belum datang lagi waktu
Ashar selama belum kuning matahari dan waktu Maghrib Selama belum terbentuknya
syafaq dan waktu Isya’ hingga separuh malam, dan waktu sholat Shubuh dari
terbit fajar selam belum terbit matahari. Apabila telah terbit matahari maka
janganlah kamu bershalat karena sesungguhnya matahari itu terbit antara dua
tanduk syetan” (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr r.a
Pada
dasarnya jadwal shalat atau ibadah lainnya seperti puasa adalah mengikuti
peredaran matahari di tempat dimana seseorang berada. Kalau di Indonesia, seseorang
mengikuti jadwal shalat yang ada di Indonesia, kalau di Arab Saudi, mengikut
jadwal shalat di Arab Saudi dan ketika di Prancis mengikuti jadwal di Prancis.
Selama siklus pergantian siang dan malam dalam kisaran waktu 24 jam, maka masih
dianggap normal.
Secara
umum, waktu shalat bergantung sepenuhnya pada posisi Matahari, dalam hal
ketinggiannya atau sudutnya. Detailnya adalah sebagai berikut :
1. Awal Imsak : 10 - 8 menit sebelum
awal Shubuh.
2. Awal Shubuh : Saat fajar shadiq
(eastern twilight/cahaya fajar) tepat mulai muncul di horizon timur.
3. Akhir Shubuh : saat bagian teratas
cakram Matahari tepat menyentuh horizon semu bagian timur.
4. Awal Dhuha : saat tinggi Matahari
sepenggalah (setombak).
5. Awal Dhuhur : saat bagian timur
cakram Matahari tepat mulai meninggalkan meridian setempat atau tepat mulai
meninggalkan titik kulminasi atas (titik transit).
6. Awal 'Ashar : ada beberapa pendapat.
Namun secara singkat bisa dikatakan, terjadi saat panjang bayang-bayang benda
mencapai 1 - 3 kali lipat panjang bendanya sendiri di kala Matahari transit.
7. Awal Maghrib : saat bagian teratas
cakram Matahari tepat mulai meninggalkan horizon semu bagian barat.
8. Awal Isya' : saat cahaya senja
(western twilight) tepat mulai menghilang dari horizon barat.
Adapun
mengenai penentuan waktu shalat didaerah yang secara geografis adalah daerah
abnormal/kutub, ada
beberapa pendapat mengenai tata cara penentuan waktu shalat di daerah tersebut:
1. Pendapat yang mengatakan untuk
daerah yang sama sekali tidak diketahui waktu fajar dan maghribnya, seperti
daerah kutub (utara dan selatan), penentuan waktu shalat dengan cara
mengira-kira waktu sesuai dengan keadaan normal, karena pergantian malam dan
siang terjadi enam bulan sekali, maka waktu sahur dan berbuka juga menyesuaikan
dengan daerah lain seperti diatas. Jika di Mekkah terbit fajar pada jam 04.30
dan maghrib pada jam 18.00, maka mereka juga harus memperhatikan waktu itu
dalam memulai puasa atau ibadah wajib lainnya.
وذلك قياسًا
على التقدير الوارد في حديث الدجال الذي جاء فيه: قلنا: يا رسول الله، وما لُبْثُه
في الأرض؟أي الدجال- قال: " أربعون يومًا، يومٌ كسنةٍ، ويومٌ كشهرٍ، ويومٌ
كجمعةٍ..:. إلى أن قال: قلنا: يا رسول الله، هذا اليوم كسنة أتكفينا فيه صلاة يوم
وليلة؟ قال: "لا، اقْدُرُوا له قَدْرَه). أخرجه مسلم وأبو داود
Fatwa ini didasarkan pada Hadis Nabi
SAW menanggapi pertanyaan Sahabat tentang kewajiban shalat di daerah yang satu
harinya menyamai seminggu atau sebulan atau bahkan setahun. "Wahai Rasul,
bagaimana dengan daerah yang satu harinya (sehari-semalam) sama dengan satu
tahun, apakah cukup dengan sekali shalat saja". Rasul menjawab
"tidak... tapi perkirakanlah sebagaimana kadarnya (pada hari-hari
biasa)". [HR. Muslim]
Dan demikianlah halnya kewajbaan
-kewajiban yang lain seperti puasa, zakat dan haji.
2. Pendapat yang mengatakan bahwa
penentuan waktu shalat di daerah abnormal (kutub) mengikuti daerah normal
terdekat. Jika siklus pergantian siang dan malam sudah lebih dari 24 jam,
misalnya waktu malam berlangsung hingga tiga hari seminggu atau sebulan
demikian juga siangnya seperti yang terjadi di daerah dekat kutub. Maka ketika
itu kita dibolehkan mengkuti daerah terdekat yang siklus pergantian siang dan
malamnya bekisar 24 jam.
Hal ini diperkuat oleh pendapat
Wahbah Zuhaily dalam kitabnya Al-fiqhul Islami wa adillatuhu yang
menyatakan bahwa dimana daerah yang mengalami perubahan waktu malam terus atau
waktu siang terus maka waktu shalatnya adalah mengikuti daerah terdekat.
وأجمع
المسلمون على أن الصلوات الخمس مؤقتة بمواقيت معلومة محدودة، ثبتت في أحاديث صحاح
جياد، وتجب الصلاة بأول الوقت وجوباً موسعاً إلى أن يبقى من الوقت ما يسعها فيضيق
الوقت حينئذ. وفي المناطق القطبية ونحوها يقدرون الأوقات بحسب أقرب البلاد إليهم، أو بميقات مكة المكرمة
3. Dalam
buku Fiqh As-Sunnah, Sheikh Sayyed Sabiq mengatakan:
التقدير في البلاد التي يطول نهارها
ويقصر ليلها : اختلف الفقهاء في التقدير ، في البلاد التي يطول نهارها ، ويقصر
ليلها ، والبلاد التي يقصر نهارها ، ويطول ليلها ، على أي البلاد يكون ؟ فقيل :
يكون التقدير على البلاد المعتدلة التي وقع فيها التشريع ، كمكة والمدينة ، وقيل :
على أقرب بلاد معتدلة إليهم
Para Ulama berbeda pendapat
tentang penentuan waktu yang berada di daerah di mana hari sangat panjang
dan malam sangat pendek. Waktu mana yang harus mereka ikuti? Ada yang
mengatakan mereka harus mengikuti norma-norma dari daerah di mana hukum Islam
itu disyariatkan (yaitu Mekah atau Madinah). Sedangkan yang lain mengatakan
bahwa mereka harus mengikuti timing dari daerah yang normal terdekat dengan
mereka dalam hal hari dan malam.
4. Dari
penggalan paragraf di atas disimpulkan bahwa sebagian ulama berpendapat agar
mengikuti waktu Makkah atau Madinah, dan sebagian berpendapat mengikuti daerah
yang normal terdekat (aqrabul balad).
Lebih
spesifik lagi, dalam sidang yang diadakan oleh رابطة العالم
الإسلامي yaitu melalui keputusan
مجلس المجمع
الفقهي الإسلامي
dalam sidang yang dilaksanakan di
Makkah pada tanggal 6 Rajab 1406 H, berkaitan dengan pembahasan mengenai waku shalat dan puasa bagi
daerah yang abnormal (times for prayers and fasting at extreme latitudes)
ditetapkan hal-hal
sebagai berikut:
. تقسم المناطق ذات الدرجات
العالية إلى ثلاثة أقسام
المنطقة
الأولى: وهي التي تقع ما بين خطي العرض (45ْ) درجة و(48ْ) درجة شمالاً وجنوباً،
وتتميز فيه العلامات الظاهرة للأوقات في أربع وعشرين ساعة طالت الأوقات أو قصرت.
المنطقة
الثانية: وتقع ما بين خطي عرض (48ْ) درجة و(66ْ) درجة شمالاً وجنوباً، وتنعدم فيها
بعض العلامات الفلكية للأوقات في عدد من أيام السنة، كأن لا يغيب الشفق الذي به
يبتدئ العشاء وتمتد نهاية وقت المغرب حتى يتداخل مع الفجر.
المنطقة
الثالثة: وتقع فوق خط عرض (66ْ) درجة شمالاً وجنوباً إلى القطبين، وتنعدم فيها
العلامات الظاهرة للأوقات في فترة طويلة من السنة نهاراً أو ليلاً.
Kawasan yang
abnormal / ekstrim di bagi menjadi tiga yaitu:
1. Kawasan I
yang terletak antara 45-48 derajat LU-LS, dimana fenomena astronomi
(rotasi) yang dibutuhkan adalah tidak lebih dari 24 jam.
2. Kawasan
II yang terletak antara 48-66 derajat LU-LS, dimana fenomena astronomi
tidak muncul selama beberapa hari dalam setahun seperti tidak hilangnya mega
(senja) ketika masuknya waktu isya, dan tidak hilangnya batas waktu maghrib
sampai masuknya waktu fajar.
3. Kawasan
I yang terletak antara 66-up derajat LU-LS, dimana tidak muncul
tanda-tanda rotasi matahari dan memanjangnya waktu siang atau waktu malam
sampai berbulan-bulan.
Dengan
melihat fenomena alam di atas, maka مجلس المجمع
الفقهي الإسلامي memfatwakan :
والحكم في المنطقة الأولى: أن يلتزم أهلها في الصلاة بأوقاتها الشرعية،
وفي الصوم بوقته الشرعي من تبيّن الفجر الصادق إلى غروب الشمس عملاً بالنصوص
الشرعية في أوقات الصلاة والصوم، ومن عجز عن صيام يوم أو إتمامه لطول الوقت أفطر
وقضى في الأيام المناسبة.
والحكم في المنطقة الثانية أن يعيّن وقت صلاة العشاء والفجر
بالقياس النسبي على نظيريهما في ليل أقرب مكان تتميّزفيه علامات وقتي العشاء
والفجر، ويقترح مجلس المجمع خط (45ْ) باعتباره أقرب الأماكن التي تتيسر فيها العبادة أو التمييز، فإذا كان العشاء يبدأ
مثلاً بعد ثلث الليل في خط عرض (45ْ) درجة يبدأ كذلك بالنسبة إلى ليل خط عرض
المكان المراد تعيين الوقت فيه، ومثل هذا يقال في الفجر
والحكم في
المنطقة الثالثة أن تقدر جميع الأوقات بالقياس الزمني على نظائرها في خط عرض (45ْ)
درجة، وذلك بأن تقسم الأربع والعشرين ساعة في المنطقة من (66ْ) درجة إلى القطبين،
كما تقسم الأوقات في خط عرض (45ْ) درجة
1. Hukum
kawasan I : dalam menentukan waktu shalat hendaknya penduduk di daerah
menyesuaikan dengan waktu-waktu yang disyariatkan (mengikuti peredaran
matahari), begitu pula dengan waktu berpuasa dimulai dari terbitnya fajar
hingga terbenamnya matahari. Dan barang siapa yang tidak mampu menyelesaikan
ibadah puasanya karena terlalu panjang waktu siangnya, maka boleh berbuka dan
menggantinya pada waktu yang lain.
2. Hukum
kawasan II: waktu shalat isya dan fajar adalah dianalogikan dengan waktu
terdekat, dan مجلس المجمع mengusulkan agar
disamakan dengan waktu pada daerah 45 derajat. Misalnya jika waktu isya dimulai
setelah 1/3 malam pada daerah 45 derajat, maka waktu isya dalam kawasan kedua
ini juga dimulai setelah 1/3 malam. Begitu juga dalam menentukan waktu fajar.
3. Hukum
kawasan III : penentuan waktu shalat dikira-kirakan dengan waktu pada
kawasan I (45 derajat). Oleh karena itu, dalam penentuan waktu shalat pada
kawasan ini, harus dikira-kirakan kapan waktu fajar, shubuh, asar, dzuhur,
maghrib, dan isya’ dengan kondisi pada kawasan I. artinya tidak mengikuti
pergerakan matahari, tetapi mengikuti pergerakan jam.
D. Kesimpulan
Bagi dearah yang abnormal dan
ekstrim (seperti di kutub dimana siang dan malam masing-masing terjadi
selama 6 bulan) maka dalam melaksanakan kewajiban shalat 5 waktu dan juga
puasa dapat diperincikan sebagai berikut:
1. Hukum
kawasan I (45-48 derajat LU-LS) Dalam menentukan waktu shalat
hendaknya penduduk di daerah menyesuaikan dengan waktu-waktu yang disyariatkan
(mengikuti peredaran matahari), begitu pula dengan waktu berpuasa dimulai dari
terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Dan barang siapa yang tidak mampu
menyelesaikan ibadah puasanya karena terlalu panjang waktu siangnya, maka boleh
berbuka dan menggantinya pada waktu yang lain.
2. Hukum
kawasan II (48-66 derajat LU-LS ) Waktu shalat isya dan fajar adalah
dianalogikan dengan waktu terdekat, dan مجلس المجمع mengusulkan agar disamakan dengan
waktu pada daerah 45 derajat. Misalnya jika waktu isya dimulai setelah 1/3
malam pada daerah 45 derajat, maka waktu isya dalam kawasan kedua ini juga
dimulai setelah 1/3 malam. Begitu juga dalam menentukan waktu fajar.
3. Hukum
kawasan III (66-up derajat LU-LS) Penentuan waktu shalat
dikira-kirakan dengan waktu pada kawasan I (45 derajat).
Sederhananya bisa dikira-kira berapa jam jarak antara Shubuh – Dhuhur -
Ashar - Maghrib – Isya’.
Sedangkan pendapat lainnya
penentuan waktu shalat didasarkan pada daerah terdekat atau disesuaikan dengan Makkah dan
Madinah (Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq)
Wallahu A’lam bi shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar